Bagaimana kabar para pembaca setia, mudah-mudahan pada sehat semua ya, amin. Saya ingin bercerita sedikit tentang pengalaman saya bekerja sebagai guru kelas di sekolah swasta yang ada di Jakarta. Saya sendiri sudah hampir lima belas tahun enam bulan menjadi guru olahraga, atau bisa juga disebut dengan guru Penjas.
Namun di tempat saya mengajar itu memiliki kurikulum pada umumnya yaitu kurikulum sekolah swasta, ketika pada awal – awal bekerja saya sangat kelihatan belum bisa untuk mengikuti pelajaran tersebut, karena sebelum pindah ketempat yang sekarang saya menggunakan metode kurikulum yang lama.
Untuk perlengkapan / fasilitas sangat lengkap dan keren-keren (ada lab komputer,lapangan bola voli, basket, bahkan ada juga piano empat buah, dan perpustakaan digital), tapi karena masih mengacu pada kurikulum milik swasta, maka sekolah kami mau tidak mau terlibat dengan birokrasi dan selalu mengacu ke Dinas Pendidikan, yang mana sungguh sangat merepotkan. Untungnya saya sendiri bukanlah guru tetap dan sampai sekarang masih menyandang gelar tenaga guru honorer. Walaupun hanya dalam angan-angan ada terlintas di dalam benak saya untuk ingin menjadi guru tetap ( PNS ).
Namun niat itu langsung saya urungkan, karena peraturan yang dibuat oleh pihak Dinas Pendidikan sendiri sangatlah tidak masuk di akal sehat kita, dimana kita mau nggak mau juga harus mengikuti sistem pendidikan yang tidak matang. Kurikulum dan kebijakan yang berubah-ubah, dan selalu memusingkan bagi yang menjalankan program tersebut.
Baca Juga : Produktivitas Kerja: Rasio Antara Hasil Dan Sumber Daya
Bagian yang menjengkelkan dari menjadi guru adalah harus terlihat politically correct pada murid dan rekan guru. Meskipun saya termasuk guru yang berani menunjukkan kepribadian dan membahas topik gaya berolahraga yang di kurikulum yang lama, namun masih ada saja perbedaan pendapat antara guru konservatif yang berpendapat bahwa tugas guru adalah mendidik dan memiliki moral, dan guru seperti saya. Saya tidak memiliki masalah dengan pemikiran atau agama apapun, tetapi saya menganggap bahaya mempertahankan sikap pendidikan yang kaku, dogmatis dan tidak demokratis. Terlebih dengan perubahan zaman yang cepat dan pemikiran generasi muda yang maju, guru harus memiliki kepekaan terhadap zaman dan budaya murid yang diajarkan.
Satu hal penting lain yang perlu diperhatikan adalah gaji kecil dengan jam kerja yang panjang dan beban kerja berat. Guru di sekolah swasta non-internasional seperti saya harus berjuang keras. Sedangkan guru di sekolah internasional cenderung lebih mudah, seperti yang sudah saya temui. Mungkin hanya sekolah saya yang begitu. Gaji guru honorer dan swasta seringkali di bawah UMR. Kami harus datang ke sekolah pukul 07.30 hingga pulang, belum lagi harus memperhatikan nilai murid dan mengikuti rapat guru dan menjadi panitia ujian. Namun, setelah beberapa tahun mengabdi, kita bisa mengajukan diri menjadi Guru PNS dengan gaji yang lebih besar dan diakui oleh negara. Namun, apakah guru swasta diakui oleh negara? Mereka masuk dalam Data Pokok Pendidik, tetapi apakah hidup mereka dijamin oleh negara, belum pasti.
Baca Juga : Pekerjaan Yang Bisa Dimanfaatkan Lulusan SMK TKJ