Berawal dari kesukaan saya mengkonsumsi hidangan cepat saji, dan secara tidak sengaja saya melihat kegiatan seseorang yang ada di dalam dapur. Untuk itu saya akan berbagi kisah tentang pengalaman menjadi seorang ahli masak, Menurut pengalaman pribadi seseorang yang sudah masuk kedalam urusan dapur itu di tuntut kebersihan, professional, dan harus cekatan dalam hal memasak. Sebagian orang pasti berfikir kenapa para koki itu lebih dominan seorang pria ketimbang seorang wanita, karena kalau bisa dibilang sih pria itu lebih cepat dan lebih cekatan dalam segala hal ketimbang wanita itu sendiri.
Koki itu sendiri bisa dibilang sebagai juru masak makanan dan meramu bumbu, agar makanan itu mempunyai cita rasa yang nikmat untuk di santap oleh sebagian pengunjung di restoran mewah, hotel, dan lain sebagainya. Apabila koki itu sendiri tidak bersih, kotor, itu akan mempengaruhi citarasa dari makanan tersebut, maka itu kita diwajibkan untuk menggunakan baju khusus untuk memasak di dapur.
Tentang disiplin di dapur, seorang koki harus sangat disiplin. Ini meliputi jam kerja, waktu, penampilan, etika, dan kebiasaan yang semuanya dikendalikan oleh kepala koki. Kami yang bekerja di dunia dapur menyebut ini sebagai disiplin militer. Mungkin beberapa orang tidak setuju dengan saya bahwa bekerja di dapur bisa setara dengan bekerja di militer meskipun tidak memegang senjata.
Baca Juga : Cerita Pengalaman Kerja Di Restoran Cepat Saji
Namun, faktanya, di dapur memerlukan tingkat disiplin yang tinggi dan konsisten, seperti yang ditemukan di lingkungan militer. Koki harus memastikan bahwa makanan yang diproduksi selalu berkualitas tinggi, tepat waktu, dan sesuai standar higiene dan keamanan makanan. Mereka juga harus bisa bekerja dalam situasi yang padat dan mengendalikan bahan-bahan, alat, dan staf dengan efisien. Oleh karena itu, disiplin sangat penting untuk memastikan bahwa semuanya berjalan lancar di dapur.
Saya pernah mengalami suatu kejadian di mana chef saya marah dan tidak segan-segan untuk melempar bahan makanan yang ada di depannya. Saat itu, saya berhasil menghindar dengan cepat. Namun, setelah kejadian itu, chef saya tidak meminta maaf, tetapi justru berkata bahwa itu adalah sebuah pelajaran hidup bagi saya. Ia mengatakan bahwa mentalitas harus kuat jika bekerja di dapur dan tidak boleh “cengeng seperti anak manja”. Saya tersadar bahwa bekerja di dapur membutuhkan seseorang yang memiliki mentalitas kuat dan kerja keras.
Setelah peristiwa tersebut, saya mulai memahami bahwa bekerja di dapur bukanlah hal yang mudah. Dapur membutuhkan konsentrasi dan mentalitas yang kuat, karena situasi di dapur bisa sangat cepat berubah dan menuntut tanggap cepat. Saya mulai memperhatikan setiap detail dan memperkuat mental saya agar bisa menjalankan tugas saya dengan baik. Saya juga berusaha untuk lebih pekerja keras dan memperlakukan setiap bahan makanan dengan sangat hati-hati.
Pengalaman ini membuat saya lebih menghargai profesi chef dan orang-orang yang bekerja di dapur. Saya memahami bahwa mereka harus memiliki keterampilan dan mentalitas yang kuat untuk menjalankan pekerjaannya dengan baik. Saya juga berusaha untuk menjadi bagian dari kelompok itu dan membuktikan bahwa saya juga memiliki mentalitas dan keterampilan yang diperlukan untuk bekerja di dapur.
Namun demikian, dunia dapur memang seringkali dipenuhi dengan kata-kata kasar, makian, dan cacian. Walaupun begitu, kepala koki tidak sebenarnya marah. Ia hanya ingin anak didiknya memiliki mental baja dan semangat pejuang.
Perempuan sering tertinggal dalam dunia kuliner bukan disebabkan oleh diskriminasi gender di dapur, melainkan karena pilihan mereka sendiri. Banyak wanita muda yang ingin bekerja di dapur terpaksa mengabaikan impian mereka untuk menjadi koki profesional.
Hal ini dikarenakan profesi sebagai chef memerlukan waktu kerja hingga 16 jam sehari, yang tidak sesuai untuk membangun sebuah keluarga. “Masalahnya adalah, perempuan harus memutuskan pada titik tertentu, apakah mereka ingin fokus pada karier mereka sebagai chef atau memprioritaskan keluarga dan waktu yang mereka habiskan bersama.”
Terima kasih, itu sedikit pandangan saya kenapa di dunia kuliner masih di dominasi laki-laki.
Baca Juga : Kisah Mahasiswa Magang Di Pertanian Jepang